Dalam
pendidikan karakter ini, segala sesuatu yang dilakukan guru harus mampu mempengaruhi
karakter peserta didik sebagai pembentuk watak peserta didik, guru harus
menunjukan keteladanan. Segala hal tentang perilaku guru hendaknya menjadi
contoh peserta didik, misalnya, cara guru berbicara atau menyampaikan materi,
cara guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya. Tujuannya adalah
membentuk pribadi anak agar menjadi manusia yang baik, warga masyarakat yang
baik, dan warga negara yang baik.
Kriteria
manusia, warga masyarakat dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau
bangsa secara umum didasarkan pada
nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan
bangsanya itu sendiri. Oleh karena itu, hakekat dari pendidikan karakter dalam
pendidikan di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai
luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri serta niali-nilai
dari ajaran agama, dalam rangka membina generasi muda
Dewasa
ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan
pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut
didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang yakni meningkatnya kenakalan
para remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus
dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut
telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan masyarakat. Oleh karena itu,
lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda
diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta
didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Berdasarkan
pembahasan di atas, dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan
upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu
peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan
YME, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan
norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat, yang didukung
metode pembentukan karakter yang tepat dalam pembinaan genera muda secara
islami.
B. Karakter
Peserta didik yang diharapkan
Karakter dapat diartikan sebagai
bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, prilaku, personalitas, sifat,
tabiat, temperamen dan watak seseorang. Karakter dalam pengertian ini menandai
dan memfokuskan pengaplikasian nilai-nilai kebaikan dalam bentuk tindakan dan
tingkah laku. Orang-orang yang tidak mengaplikasikan nilai-nilai kebaikan tentu
saja berkarakter jelek, sedang yang mengaplikasikan berkarakter mulia.
Karakter
yang dimaksudkan adalah karakter yang mulia yang diharapkan dan dapat
dikembangkan peserta didik. Dalam hal ini membangun karakter peserta didik
mengarah pada pengertian tentang mengembangkan peserta didik agar memiliki
kepribadian, prilaku, sifat, tabiat, dan watak yang selagi mulia. Karakter
seprti ini mengacu kepada serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan kecakapan
yang memenuhi standar nilai dan norma yang dijunjung tinggi dan dipatuhi.
Peserta
didik yang memiliki karakter mulia memiliki pengetahuan tentang potensi
dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai yang positif dan mulia dan selalu
berusaha untuk melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan, dirinya, sesama
lingkungan bangsa dan negara bahkan terhadap negara Internasional pada umumnya
dengan mengoptimalkan potensi dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan
motivasinya.
C. Peran Guru
dalam Pendidikan Karakter
Membangun peradaban sebuah bangsa pada
hakikatnya adalah pengembangan watak dan karakter manusia
unggul dari sisi intelektual, spiritual, emosional, dan fisikal yang dilandasi oleh fitrah kemanusiaan. Fitrah adalah titik tolak
kemuliaan manusia, baik sebagai bawaan
seseorang sejak lahir atau sebagai
hasil proses pendidikan.
Dalam konteks pembangunan
sektor pendidikan, guru merupakan pemegang peran yang amat sentral dalam proses pendidikan. Upaya meningkatkan
profesionalisme para pendidik adalah suatu keniscayaan. Guru harus mendapatkan
program-program pelatihan secara
tersistem agar tetap memiliki profesionalisme yang tinggi dan siap
melakukan adopsi inovasi. Guru
juga harus mendapatkan ” Reward ” (tanda jasa),penghargaan dan kesejahteraan yang layak atas pengabdian
dan jasanya, sehingga setiap
inovasi dan pembaruan dalam bidang pendidikan dapat diterima dan dijalaninya dengan baik. Di sinilah kemudian karakteristik pendidikan guru memiliki kualitas ketika menyajikan bahan pengajaran kepada subjek didik.
Kualitas seorang guru dapat diukur dari segi
moralitas, bijaksana, sabar dan menguasai
bahan pelajaran ketika beradaptasi dengan subjek didik.
Sejumlah faktor itu membuat
dirinya mampu menghadapi masalah-masalah sulit, tidak mudah
frustasi, depresi atau stress secara positif, dan tidak
destruktif.
Dalam karakter pendidikan guru penting sekali dikembangkan
nilai-nilai etika dan estetika inti seperti kepedulian, kejujuran, keadilan,
tanggung jawab, dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain bersama dengan
nilai-nilai kinerja pendukungnya seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi, dan
kegigihan sebagai basis karakter
yang baik. Guru harus berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik
berdasarkan nilai-nilai yang dimaksud serta mendefinisikannya dalam bentuk
perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari. Yang terpenting adalah semua komponen
sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti.
Seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil
menyerap nilai dan keyakinan yang dikehendaki masyarakat serta digunakan
sebagai kekuatan moral dalam hidupnya. Demikian juga seorang pendidik dikatakan
berkarakter, jika memiliki nilai
dan keyakinan yang dilandasi hakikat dan tujuan pendidikan serta digunakan
sebagai kekuatan moral dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Dengan demikian
pendidik yang berkarakter, berarti telah memiliki kepribadian
yang ditinjau dari titik tolak etis
atau moral, seperti sifat kejujuran, amanah, keteladanan, ataupun sifat-sifat lain yang harus melekat pada
diri pendidik. Pendidik yang berkarakter kuat tidak hanya memiliki
kemampuan mengajar dalam arti sempit (transfer pengetahuan /ilmu), melainkan juga harus memiliki kemampuan mendidik dalam arti luas (keteladanan sehari-hari).
D. Metode
Pembentukan Karakter dalam Pendidikan Islam
Kepercayaan
akan adanya fitrah yang baik pada diri manusia akan mempengaruhi
implikasi-implikasi penerapan metode-metode yang seharusnya diterapkan dalam
proses belajar mengajar. Dalam pendidikan Islam banyak metode yang diterapkan
dan digunakan dalam pembentukan karakter. Menurut An-nahlawy metode untuk
pembentukan karakter dan menanamkan keimanan, yaitu:
1. Metode
perumpamaan
Metode ini adalah penyajian bahan
pembelajaran dengan mengangkat perumpamaan yang ada dalam al-Qur’an. Metode ini
mempermudah peserta didik dalam memahami konsep yang abstrak, ini terjadi
karena perumpamaan itu mengambil benda konkrit seperti kelemahan orang kafir
yang diumpamakan dengan sarang laba-laba, dimana sarang laba-laba itu memang
lemah sekali disentuh dengan lidipun dapat rusak. Metode ini sama seperti yang
disampaikan olehAbdurrahman Saleh Abdullah.
2.
Metode keteladanan
Metode keteladanan, adalah memberikan
teladan atau contoh yang baik kepada peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Metode ini merupakan pedoman untuk bertindak dalam merealisasikan tujuan
pendidik. Pelajar cenderung meneladani pendidiknya, ini hendaknya dilakukan
oleh semua ahli pendidikan,. dasarnya karena secara psikologis pelajar memang
senang meniru, tidak saja yang baik, tetapi yang tidak baik juga ditiru.
3.
Metode ibrah dan mau`izah
Metode Ibrah dan Mau’izah. Metode Ibrah adalah
penyajian bahan pembelajaran yang bertujuan melatih daya nalar pembelajar dalam
menangkap makna terselubung dari suatu pernyataan atau suatu kondisi psikis
yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang disaksikan, yang
dihadapi dengan menggunakan nalar. Sedangkan metode Mau’izah adalah pemberian
motivasi dengan menggunakan keuntungan dan kerugian dalam melakukan perbuatan
4. Metode Hiwar
Qurani/Kitabi
Hasbi Assidiqy seperti yang dikutip oleh
Wawan Susetya mendefinisikan salat menjadi empat pengertian, pada definisi
kedua ia memaknai salat sebagai hakikat salat (dalam perspektif batin) yaitu
berhadapan hati (jiwa) kepada Allah secara yang mendatangkan takut padaNya,
serta menumbuhkan di dalam hati jiwa rasa keagungan kebesaran-Nya dan
kesempurnan kekuasaan-Nya. Makna lainya ialah: hakikat salat yaitu menzahirkan
hajat dan keperluan kita kepada Allah yang kita sembah dengan perkataan dan
perbuatan.
Bila kita pahami dalam proses shalat
terdapat dialog antara Allah dan hambaNya, seperti dalam surat Fatihah terjadi
dialaog yang sangat dalam antar hamba dan Allah SWT. Di dalam surat ini manusia
memohon perlindungan kepada Allah dari godaan sayithan, menyatakan Allah itu
yang Maha Pengasih dan Penyayang, memuji Allah sebagai penguasa mutlak alam
semesta, menyatakan bahwasanya Allah penguasa mutlak hari kiamat, manusia
mengakui kelemahannya dengan penyataan kepada-Mu kami menyembah, hanya kepadaMulah
kami meminta pertolongan, manusia memohon petunjuk kepada Allah dalam menjalani
kehidupan sebagaimana orang-orang yang Allah telah beri nikmat, dan berlindung
dari kesesatan.
Metode dialog ini begitu menyadarkan
kita akan kelemahan dan kekurangan. Dalam pendidikan seorang guru perlu
melakukan dialog untuk menegtahui perkembangan siswa dan mengidentifikasi
masalah-masalah yang dapat menjadi factor penghambat belajar. Untuk itu seorang
guru harus memiliki sikap bersahabat, kasih sayang kepada peserta didik.
Nurcholis Majid pernah menyatakan
lebih jauh makna salat dalam kehidupan sehari-hari ialah mengandung ajaran
berbuat amal saleh kepada manusia dan lingkungan, sesuai pesan-pesan salat
sejak takbir hingga salam.
Dari pemaparan di atas dapat kita
pahami bahwa metode hiwar (dialog) sangat efektif untuk menjalin komunikasi dan hubungan social antara
guru dan peserta didik, peserta didik dengan peserta didik. Bila komunikasi
multi arah telah terbangun maka siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan
tujuan pendidikan dapat terwujud.
5. Metode
Pembiasaan
Metode pembiasaan atau dalam istilah
psikologi pendidikan dikenal dengan istilah operan conditioning. Siswa
diajarkan untuk membiasakan berprilaku terpuji, giat belajar, bekerja keras,
berrtanggung jawab atas setiap tugas yang telah diberikan.Salat dilakukan 5
kali sehari semalam ialah membiasakan umat manusia untuk hidup bersih dengan
symbol wudhu, disiplin waktu dengan ditandai azan disetiap waktu salat,
bertanggung jawab dengan simbol pengakuan di dalam bacaan doa iftitah
"sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku untuk Allah", doa
ini memberikan isyarat berupa tanggung jawab atas anugrah yang Allah telah
berikan. Pada saat ruku dan sujud umat muslim diajarkan untuk bersikap rendah
hati. Sikap rendah hati inilah merupakan awal kemulian seseorang. Di dalam
hadits Qudsi Allah berfirman:
"tidaklah aku menerima salat
setiap orang, Aku menerima slat dari orang yang merendah demi ketinggianku,
berkhusyuk demi keagunganku, mencegah nafsunya demi larangku, melewatkan siang
dan malam dalam mengingatku, tidak terus menerus dalam pembangkanagan
terhadapku, tidak bersikap angkuh terhadap mahlukku, dan selalu mengasihani
yang lemah dan menghibur orang miskin demi keridhoanku. Bila ia memanggilku,
aku akan memberinya. Bila ia bersumpah dengan namaku aku akan membuatnya mampu
memenuhinya. Akan aku jaga ia dengan kekuatanku dan kubanggakan dia diantara
malaikatku. Seandainya aku bagi-bagikan nurnya untuk seluruh penghuni bumi,
niscaya akan cukp bagi mereka. Perumpamaannya seperti surga firdaus,
bebuahannya tidak akan rusak dan kenikmatannya tidak akan sirna" (H.R.
Muslim).
Dari matan hadis ini dapat dipahami
bahwa, pelaksanaan salat tidak hanya sekedar melaksanakan kewajiban pada
waktu-waktu salat, melainkan tetap memaknai salat sepanjang aktivitas
sehari-hari.
Imam fachrurrazi menjelaskan kata shalatihim
daaimuun ialah orang-orang yang menjaga salat dengan menunaikannya
diwaktunya masing-masing dan memperhatikan hal-hal yang terkait dengan
kesempurnaan salat. Hal-hal tersebut baik yang dilakukan sebelum salat dan
setelah salat.
Metode pembiasaan ini perlu
diterapkan oleh guru dalam proses pembentukan karakter, bila seorang anak telah
terbiasa dengan sifat-sifat terpuji, impuls-impuls positif menuju neokortek lalu
tersimpan dalam system limbic otak sehingga aktivitas yang dilakukan oleh siswa tercover secara positif. Untuk itu
pihak penyelenggara sekolah sepantasnya menyediakan ruangan dan waktu untuk
siswa melaksanakan salat secara berjamaah. Dengan melaksanakan salat berjama`ah
minimal Zuhur dan Ashar karena kedua waktu sholat ini masih dalam waktu
pembelajaran, atau shalat Duha, siswa siswi dididik beradaptasi dengan
lingkungan sosialnya, pada saat salat berjama`ah mereka dapat belajar bagaimana
berkata yang baik, bersikap sopan dan santun, menghargai saudaranya sesama muslim,
dan terjalinnya tali persaudaraaan. Bila susasana seperti ini telah dibiasakan
mereka lakukan kemungkinan tidak akan gagap menghadapi persoalan kehidupan di
masyarakat. Bahkan mereka dapat menjadi tauladan bagi masyarakatnya.
6. Metode
Targib dan Tarhib
Metode ini dalam teori metode belajar
modern dikenal dengan reward dan funisment. Yaitu suatu metode dimana hadiah
dan hukuman menjadi konsekuensi dari aktivitas belajar siswa, bila siswa dapat mencerminkan
sikap yang baik maka ia berhak mendapatkan hadiah dan sebaliknya mendapatkan hukuman
ketika ia tidak dapat dengan baik menjalankan tugasnya sebagai siswa.
Begitu pula halnya salat, saat
seorang melakukan salat dengan baik dan mampu ia implementasikan dalam
kehidupan sehari-hari maka ia mendapatkan kebaikan baik dari Allah dan masyarakat sebagaimana
yang telah dijelaskan dimuka hadis riwayat Muslim "surga firdaus untuk
orang-orang yang dapat mengamalkan salat dengan baik dan benar".
Sebaliknya bagi mereka yang melalaikan dan tidak melakasanakan salat neraka weil
dan Saqor baginya.
Metode reward dan funishment ini
menjadi motivasi eksternal bagi siswa dalam proses belajar. Sebab, khususnya
anak-anak dan remaja awal ketika disuguhkan hadiah untuk yang dapat belajar
dengan baik dan ancaman bagi mereka yang tidak disiplin, mayoritas siswa
termotivasi belajar dan bersikap disiplin. Hal ini bisa terjadi karena secara
psikologi manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat baik dan mendapatkan
balasan dari perbuatan baiknya.
D. Kesimpulan
1. Dalam
pendidikan karakter ini, segala sesuatu yang dilakukan guru harus mampu
mempengaruhi karakter peserta didik sebagai pembentuk watak peserta didik, guru
harus menunjukan keteladanan
2. Karakter
Peserta didik yang diharapkan yaitu memiliki karakter mulia memiliki pengetahuan
tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai yang positif dan
mulia dan selalu berusaha untuk melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan,
dirinya, sesama lingkungan bangsa dan negara bahkan terhadap negara
Internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi dirinya dan disertai
dengan kesadaran, emosi dan motivasinya.
3. Dalam
pendidikan Islam banyak metode yang diterapkan dan digunakan dalam pembentukan
karakter. Menurut An-nahlawy metode untuk pembentukan karakter dan menanamkan
keimanan di antara metode perumpamaan, metode
keteladanan, metode kebiasaan, metode ibrah mau’izah, metode hiwar
qurani/kitabi dan metode targid dan tarhib.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar